My friend

My friend
Taruna Utama (Lapangan belakang gedung utama) Lembar 2008

Kamis, 20 Oktober 2011


PERANAN MIKROORGANISME
DALAM MENGURANGI EFEK TOKSIK
PADA TANAH TERKONTAMINASI LOGAM BERAT


1PENDAHULUAN
Kasus tanah-tanah terkontaminasi logam-logam berat akibat aktifitas manusia dalam industri-industri penambangan adalah sudah mulai terasa dampaknya bagi lingkungan ekologi tanah. Lingkungan tanah yang terkontaminasi logam berat merupakan salah satu kendala utama, karena adanya saling interaksi secara langsung maupun tidak langsung dengan organisme di atas permukaan tanah (manusia, tumbuhan, binatang) maupun di dalam tanah (mikroorganisme). Sumber antropogenik dari tanah terkontaminasi terbagi dalam 5 kelompok, yaitu : (1). Penambangan logam Fe dan peleburan (As, Cd, Hg); (2). Industri (As, Cd, Cu, Pb, Sm, U, Zn); (3). Deposisi atmosfir (As, Cd, Cr, Cu, Pb, Hg, U); (4). Pertanian (As, Cd, Cu, Pb, Sm, U, Zn); (5). Pembuangan sampah/limbah (As, Cd, Cr, Cu, Pb, Hg, Zn) (Turpeinan, 2002).
Pada beberapa daerah di Indonesia, kasus tanah terkontaminasi logam berat sebagian besar disebabkan oleh kondisi lingkungan alam yang sejak awalnya telah didominasi oleh unsur logam hasil pelapukan batuan mineral, misalnya : tanah-tanah sulfat masam dan hasil penambangan yang melibatkan aktivitas manusia. Namun permasalahan utama saat ini yang muncul pada tanah-tanah terkontaminasi logam berat adalah akibat aktifitas manusia melalui industri-industri penambangan yang menghasilkan limbah (misalnya : pertambangan tembaga & emas, dan batubara), sehingga mencemari lingkungan tanah di sekitarnya. Permasalahan pada lingkungan tanah terkontaminasi logam berat adalah tidak mudah untuk ditangani dengan cepat, karena melibatkan masyarakat yang ada di sekitarnya. Limbah yang dihasilkan dalam bentuk padat mungkin tidak berdampak luas, tetapi bila buangan dalam 3 bentuk limbah cair atau menguap berpengaruh lebih luas, karena penyebarannya dapat melalui air atau atmosfer (udara), sehingga bahaya kontaminasinya tidak mudah untuk diatasi. Logam-logam non-esensial dapat pula menggantikan posisi logam esensial yang terjerap dalam kompleks koloid atau melalui interaksi ligan. Bila kondisi ini terjadi, dapat merugikan mikroorganisme maupun tumbuhan yang menyerap unsur hara nonesensial tersebut. Namun demikian pemanfaatan mikroorganisme akhir-akhir ini dalam mengurangi efek toksik logam pada tanah terkontaminasi telah menjadi perhatian para peneliti karena lebih bersifat ramah lingkungan. Secara alami, suatu ekosistem alam mempunyai mekanisme dalam mengurangi bahaya kontaminasi logam berat. Bila kontaminasi logam berat berlebihan, terjadi akumulasi dan bersifat toksik, sehingga akan terjadi ketidakseimbangan di dalam suatu ekosistem. Dalam hal ini peranan mikroorganisme dalam mengatasi permasalahan lingkungan terkontaminasi logam berat akan sangat membatu (Puradyatmika, 1999).


PERANAN MIKROORGANISME
Mikroorganisme memainkan peranan penting di banyak bidang industry dan teknologi, terutama di tanah-tanah bekas penambangan, pertanian, dan juga sebagai pengontrol sampah/limbah buangan. Di daerah pertambangan, bakteri Thiobacillus ferrooxidans merupakan salah satu mikroorganisme penting. Bakteri ini termasuk pelarut (leaching) logam-logam dari bijih tambang, ditemukan pada daerah tambang yang telah didrainase dengan pH lingkungan masam. Thiobacillus ferrooxidans merupakan kelompok acidophilik kemolithotropik yang toleran terhadap logam-logam toksik (Clausen, 2000) dan hidup pada lingkungan masam dengan temperatur panas, retakan bahan volkanik, dan deposit bijih sulfida dengan konsentrasi asam sulfurik tinggi (Brierley, 1982). Bakteri Thiobacillus ferrooxidans memperoleh energi untuk pertumbuhannya dari oksidasi zat inorganik besi atau sulfur. Sebagian besar bersifat autotropik, mengambil karbon untuk sintesis senyawa selular bukandari bahan organik, tetapi dari CO 2 di atmosfer (Brierley, 1982). Bakteri ini berfungsi sebagai katalis dalam mengoksidasi logam sulfida yang larut seperti : Cu2S à 2Cu+ + SO42-. Secara alami Cu2S akan teroksidasi di alam dengan adanya udara (O2) dalam lingkungan masam, tetapi sangat lambat. Namun dengan adanya T. ferrooxidans, proses ini akan berlangsung 100 kali lebih cepat dari proses alami. Selain berfungsi sebagai katalisor dalam oksidasi logam sulfida, juga mengoksidasi ion ferro (Fe2+) menjadi ion ferri (Fe3+) berbentuk endapan keras. Persamaan reaksi : 4FeSO4 + 2H2SO4 + O2 à 2Fe2(SO4)3 + 2H2O (Fowler et al., 1999) pada pH 1,0 dan 4,5, dengan pengucualian tidak terdapat CaCO3 sebagai agent penetral (Jensen and Webb, 1995 In Wood, 2001). Selain Thiobacillus ferrooxidans sebagai pelarut logam-logam berat, terdapat pula Thiobacillus thioxidans yang tumbuh dan berkembang dari unsur sulfur dan beberapa senyawa sulfur dapat larut. Suatu penelitian oleh Donovan P. Kelly dan asosiasinya di Universitas Warwick telah dilakukan dengan menggabungkan kedua bakteri tersebut dalam medium kultur untuk mengekstrak logam dari bijih tambang. Penggabungan kedua bakteri menjadi lebih efektif dalam pelarutan (leaching) daripada tidak digabungkan. Hal yang mirip dijumpai pada penggabungan Leptospirillium ferrooxidans dan T. organoparus dapat menurunkan konsentrasi pyrite (FeS2) dan chalcopyrire (CuFeS2) (Wood, 2001). Mikroorganisme ekstrim dari spesies thermophilik dan acidophilik adalah genus Sulfolobus. Bakteri ini tumbuh subur di lingkungan pH masam dan temperatur panas, serta retakan volkanik pada temperatur > 60 oC. Beberapa strain dari Sulfolobus telah diamati pada temperatur mendekati titik didih air. Dinding selnya memiliki suatu struktur yang berbeda dari kebanyakan bakteri. Mikroorganisme dari bakteri ini termasuk Archaebacteria. Sulfolobus acidocaldarius dan S. brierleyi dapat mengoksidasi sulfur dan besi sebagai sumber energi, dan memanfaatkan CO2 atau senyawa organik sederhana untuk mendapatkan karbon. Bakteri ini hidup dalam lingkungan aerobik maupun anaerobik. Mineral-mineral chalcopyrite (CuFeS2) dan molybdenite (MoS2) yang tahan terhadap kebanyakan mikroorganisme, dapat dengan mudah diserang oleh Sulfolobus dan menghasilkan logam-logam dapat larut yang tidak toksik bagi organisme. Molibdenum adalah sangat toksik untuk Thiobacilli, namun dengan mudah dapat ditahan oleh S. brierleyi pada konsentrasi 750 mg/L. Walaupun Sulfolobus belum diisolasi sebagai pelarut komersil, tetapi studi laboratorium menegaskan bahwa mikroorganisme tersebut memiliki kemampuan untuk berkembang biak di dalam lingkungan tanah. Kemampuannya untuk melarutkan logam-logam dari bijih tambang baru diakui saat ini, yaitu dapat menyerang struktur mineral resisten (Brierley, 1982).
Proses mikrobiologi untuk penghilangan/pemindahan logam-logam dari larutan dibagi kedalam 3 kategori, yaitu : (1). Adsorpsi ion logam di atas permukaan dari mikroorganisme; (2). Ketersediaan intraselular dari logam; (3). Transformasi kimia dari logam oleh agent biologi. Sebagian besar mikroorganisme mempunyai suatu muatan elektrik negatif pada kelompok bermuatan negatif dari atom pada membran sel dan dinding sel. Kelompok bermuatan atau ligan termasuk phosphoryl (PO4-), carboxyl (COO-), dan hidroksil (OH-) yang bertanggung jawab untuk adsorpsi ion-ion logam bermuatan positif dalam larutan. Proses adsorpsi berlangsung cepat tergantung pada temperatur dan metabolisme energi. Umumnya ragi bir Saccharomyces cerevisiae dan fungus Rhizopus arrhizus telah dibuktikan dapat menjerap uranium (U) dari sampah cair. Konsentrasi uranium adalah antara 10 % dan 15 % berat kering sel telah diperoleh dari ragi tersebut, sedangkan R. arrhizus menjerap uranium tertinggi sebanyak 18,5% berat kering sel (Spain, 2003).

 KESIMPULAN
Pemanfaatan mikroorganisme dalam mengurangi efek toksik logam pada tanah terkontaminasi logam-logam berat mulai menjadi perhatian para peneliti karena lebih bersifat ramah lingkungan. Secara alami, suatu ekosistem alam mempunyai mekanisme dalam mengurangi bahaya kontaminasi logam berat. Bila suatu ekosistem terkontaminasi logam berat berlebihan, sehingga terjadi akumulasi dan bersifat toksik, maka akan terjadi ketidakseimbangan di dalam ekosistem tersebut. Teknologi secara biologi yang menerapkan mikroorganisme untuk memperbaiki kualitas lingkungan dikenal sebagai Bioteknologi. Salah satunya melalui bioremidiasi, yaitu penggunaan kehidupan organisme untuk menurunkan atau menghilangkan bahaya lingkungan dari akumulasi logamlogam toksik dan sampah berbahaya lainnya.
  
DAFTAR PUSTAKA
Brierley, C.L., 1982. Microbial Mining. Scientific American. 247:42-50.
Clausen, C. A., 2000. Isolating metal-tolerant bacteria capable of removing Cu,
Cr, and As from treated wood. Waste Management & Research. 18:
264-268. UK.
Fowler, T.A., P.R. Holmes, and F.K. Crundwell. 1999. Mechanism of pyrite
dissolution in the presence of Thiobacillus ferrooxidans. Appl. Environ.
Microbiol. 65:2987-2993.
Puradyatmika, P., and Y. Husin, 1999. Pemanfaatan Kompos Dalam Upaya
Peningkatan Kesuburan Tailing. Departemen Lingkungan, PT. Freeport
Indonesia.
Spain, A., 2003. Implication of microbial heavy metal tolerance in the
environment. Review in Undergraduate Research. 2: 1-6.
Turpeinan, R., 2002. Interactions between metals, microbes, and plants–
Bioremediation of arsenic and lead contaminated soils. Academic
Dissertation in Enviromental Ecology. Dept. of Ecological and
Enviromental Sciences, Univ. of Helsinki.
Wood, T.A., K.R. Murray, J. G. Burgess, 2001. Ferrous sulphate using
Thiobacillus Ferrooxidans cells immobilized on sand for the purpose of
treating acid mine-Drainage. Appl. Microbiol. BiotecnoL

Tidak ada komentar:

Posting Komentar