PERANAN MIKROORGANISME
DALAM MENGURANGI EFEK TOKSIK
PADA TANAH TERKONTAMINASI LOGAM BERAT
1PENDAHULUAN
Kasus tanah-tanah terkontaminasi
logam-logam berat akibat aktifitas manusia dalam industri-industri penambangan
adalah sudah mulai terasa dampaknya bagi lingkungan ekologi tanah. Lingkungan
tanah yang terkontaminasi logam berat merupakan salah satu kendala utama,
karena adanya saling interaksi secara langsung maupun tidak langsung dengan organisme
di atas permukaan tanah (manusia, tumbuhan, binatang) maupun di dalam tanah
(mikroorganisme). Sumber antropogenik dari tanah terkontaminasi terbagi dalam 5
kelompok, yaitu : (1). Penambangan logam Fe dan peleburan (As, Cd, Hg); (2).
Industri (As, Cd, Cu, Pb, Sm, U, Zn); (3). Deposisi atmosfir (As, Cd, Cr, Cu,
Pb, Hg, U); (4). Pertanian (As, Cd, Cu, Pb, Sm, U, Zn); (5). Pembuangan
sampah/limbah (As, Cd, Cr, Cu, Pb, Hg, Zn) (Turpeinan,
2002).
Pada beberapa daerah di Indonesia, kasus
tanah terkontaminasi logam berat sebagian besar disebabkan oleh kondisi
lingkungan alam yang sejak awalnya telah didominasi oleh unsur logam hasil
pelapukan batuan mineral, misalnya : tanah-tanah sulfat masam dan hasil
penambangan yang melibatkan aktivitas manusia. Namun permasalahan utama saat
ini yang muncul pada tanah-tanah terkontaminasi logam berat adalah akibat
aktifitas manusia melalui industri-industri penambangan yang menghasilkan
limbah (misalnya : pertambangan tembaga & emas, dan batubara), sehingga
mencemari lingkungan tanah di sekitarnya. Permasalahan pada lingkungan tanah terkontaminasi
logam berat adalah tidak mudah untuk ditangani dengan cepat, karena melibatkan
masyarakat yang ada di sekitarnya. Limbah yang dihasilkan dalam bentuk padat
mungkin tidak berdampak luas, tetapi bila buangan dalam 3 bentuk limbah cair
atau menguap berpengaruh lebih luas, karena penyebarannya dapat melalui air
atau atmosfer (udara), sehingga bahaya kontaminasinya tidak mudah untuk
diatasi. Logam-logam non-esensial dapat pula menggantikan posisi logam esensial
yang terjerap dalam kompleks koloid atau melalui interaksi ligan. Bila kondisi
ini terjadi, dapat merugikan mikroorganisme maupun tumbuhan yang menyerap unsur
hara nonesensial tersebut. Namun demikian pemanfaatan mikroorganisme
akhir-akhir ini dalam mengurangi efek toksik logam pada tanah terkontaminasi
telah menjadi perhatian para peneliti karena lebih bersifat ramah lingkungan.
Secara alami, suatu ekosistem alam mempunyai mekanisme dalam mengurangi bahaya kontaminasi
logam berat. Bila kontaminasi logam berat berlebihan, terjadi akumulasi dan
bersifat toksik, sehingga akan terjadi ketidakseimbangan di dalam suatu
ekosistem. Dalam hal ini peranan mikroorganisme dalam mengatasi permasalahan
lingkungan terkontaminasi logam berat akan sangat membatu (Puradyatmika, 1999).
PERANAN MIKROORGANISME
Mikroorganisme memainkan peranan penting
di banyak bidang industry dan teknologi, terutama di tanah-tanah bekas
penambangan, pertanian, dan juga sebagai pengontrol sampah/limbah buangan. Di
daerah pertambangan, bakteri Thiobacillus ferrooxidans merupakan salah
satu mikroorganisme penting. Bakteri ini termasuk pelarut (leaching)
logam-logam dari bijih tambang, ditemukan pada daerah tambang yang telah
didrainase dengan pH lingkungan masam. Thiobacillus ferrooxidans merupakan
kelompok acidophilik kemolithotropik yang toleran terhadap logam-logam
toksik (Clausen, 2000) dan hidup pada lingkungan
masam dengan temperatur panas, retakan bahan volkanik, dan deposit bijih
sulfida dengan konsentrasi asam sulfurik tinggi (Brierley,
1982). Bakteri Thiobacillus ferrooxidans memperoleh energi
untuk pertumbuhannya dari oksidasi zat inorganik besi atau sulfur. Sebagian
besar bersifat autotropik, mengambil karbon untuk sintesis senyawa selular
bukandari bahan organik, tetapi dari CO 2 di atmosfer (Brierley, 1982). Bakteri
ini berfungsi sebagai katalis dalam mengoksidasi logam sulfida yang larut
seperti : Cu2S à 2Cu+ + SO42-. Secara alami Cu2S akan teroksidasi di alam
dengan adanya udara (O2) dalam lingkungan masam, tetapi sangat lambat. Namun dengan
adanya T. ferrooxidans, proses ini akan berlangsung 100 kali lebih cepat
dari proses alami. Selain berfungsi sebagai katalisor dalam oksidasi logam sulfida,
juga mengoksidasi ion ferro (Fe2+) menjadi ion ferri (Fe3+) berbentuk endapan
keras. Persamaan reaksi : 4FeSO4 + 2H2SO4 + O2 à 2Fe2(SO4)3 + 2H2O (Fowler et al., 1999) pada pH
1,0 dan 4,5, dengan pengucualian tidak terdapat CaCO3 sebagai agent penetral (Jensen and Webb, 1995 In Wood, 2001). Selain Thiobacillus ferrooxidans sebagai pelarut
logam-logam berat, terdapat pula Thiobacillus thioxidans yang tumbuh dan
berkembang dari unsur sulfur dan beberapa senyawa sulfur dapat larut. Suatu
penelitian oleh Donovan P. Kelly dan
asosiasinya di Universitas Warwick telah
dilakukan dengan menggabungkan kedua bakteri tersebut dalam medium kultur untuk
mengekstrak logam dari bijih tambang. Penggabungan kedua bakteri menjadi lebih
efektif dalam pelarutan (leaching) daripada tidak digabungkan. Hal yang mirip
dijumpai pada penggabungan Leptospirillium ferrooxidans dan T. organoparus
dapat menurunkan konsentrasi pyrite (FeS2) dan chalcopyrire (CuFeS2) (Wood, 2001). Mikroorganisme ekstrim
dari spesies thermophilik dan acidophilik adalah genus Sulfolobus. Bakteri
ini tumbuh subur di lingkungan pH masam dan temperatur panas, serta retakan
volkanik pada temperatur > 60 oC. Beberapa strain dari Sulfolobus telah
diamati pada temperatur mendekati titik didih air. Dinding selnya memiliki
suatu struktur yang berbeda dari kebanyakan bakteri. Mikroorganisme dari
bakteri ini termasuk Archaebacteria. Sulfolobus acidocaldarius dan
S. brierleyi dapat mengoksidasi sulfur dan besi sebagai sumber energi,
dan memanfaatkan CO2 atau senyawa organik sederhana untuk mendapatkan karbon.
Bakteri ini hidup dalam lingkungan aerobik maupun anaerobik. Mineral-mineral
chalcopyrite (CuFeS2) dan molybdenite (MoS2) yang tahan terhadap kebanyakan
mikroorganisme, dapat dengan mudah diserang oleh Sulfolobus dan
menghasilkan logam-logam dapat larut yang tidak toksik bagi organisme.
Molibdenum adalah sangat toksik untuk Thiobacilli, namun dengan mudah
dapat ditahan oleh S. brierleyi pada konsentrasi 750 mg/L. Walaupun Sulfolobus
belum diisolasi sebagai pelarut komersil, tetapi studi laboratorium menegaskan
bahwa mikroorganisme tersebut memiliki kemampuan untuk berkembang biak di dalam
lingkungan tanah. Kemampuannya untuk melarutkan logam-logam dari bijih tambang
baru diakui saat ini, yaitu dapat menyerang struktur mineral resisten (Brierley, 1982).
Proses mikrobiologi untuk penghilangan/pemindahan logam-logam dari
larutan dibagi kedalam 3 kategori, yaitu : (1). Adsorpsi ion logam di atas permukaan
dari mikroorganisme; (2). Ketersediaan intraselular dari logam; (3). Transformasi
kimia dari logam oleh agent biologi. Sebagian besar mikroorganisme mempunyai
suatu muatan elektrik negatif pada kelompok bermuatan negatif dari atom pada
membran sel dan dinding sel. Kelompok bermuatan atau ligan termasuk phosphoryl
(PO4-), carboxyl (COO-), dan hidroksil (OH-) yang bertanggung jawab untuk
adsorpsi ion-ion logam bermuatan positif dalam larutan. Proses adsorpsi
berlangsung cepat tergantung pada temperatur dan metabolisme energi. Umumnya
ragi bir Saccharomyces cerevisiae dan fungus Rhizopus arrhizus telah
dibuktikan dapat menjerap uranium (U) dari sampah cair. Konsentrasi uranium
adalah antara 10 % dan 15 % berat kering sel telah diperoleh dari ragi
tersebut, sedangkan R. arrhizus menjerap uranium tertinggi sebanyak
18,5% berat kering sel (Spain, 2003).
KESIMPULAN
Pemanfaatan mikroorganisme dalam
mengurangi efek toksik logam pada tanah terkontaminasi logam-logam berat mulai
menjadi perhatian para peneliti karena lebih bersifat ramah lingkungan. Secara
alami, suatu ekosistem alam mempunyai mekanisme dalam mengurangi bahaya
kontaminasi logam berat. Bila suatu ekosistem terkontaminasi logam berat
berlebihan, sehingga terjadi akumulasi dan bersifat toksik, maka akan terjadi
ketidakseimbangan di dalam ekosistem tersebut. Teknologi secara biologi yang
menerapkan mikroorganisme untuk memperbaiki kualitas lingkungan dikenal sebagai
Bioteknologi. Salah satunya melalui bioremidiasi, yaitu penggunaan
kehidupan organisme untuk menurunkan atau menghilangkan bahaya lingkungan dari
akumulasi logamlogam toksik dan sampah berbahaya lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Brierley, C.L., 1982. Microbial Mining. Scientific American.
247:42-50.
Clausen, C. A., 2000. Isolating metal-tolerant bacteria capable of
removing Cu,
Cr, and As from treated wood. Waste Management & Research. 18:
264-268. UK.
Fowler, T.A., P.R. Holmes, and F.K. Crundwell. 1999. Mechanism of
pyrite
dissolution in the presence of Thiobacillus ferrooxidans. Appl.
Environ.
Microbiol. 65:2987-2993.
Puradyatmika, P., and Y. Husin, 1999. Pemanfaatan Kompos Dalam Upaya
Peningkatan Kesuburan Tailing. Departemen Lingkungan, PT. Freeport
Indonesia.
Spain, A., 2003. Implication of microbial heavy metal tolerance in
the
environment. Review in Undergraduate Research. 2: 1-6.
Turpeinan, R., 2002. Interactions between metals, microbes, and
plants–
Bioremediation of arsenic and lead contaminated soils. Academic
Dissertation in Enviromental Ecology. Dept. of Ecological and
Enviromental Sciences, Univ. of Helsinki.
Wood, T.A., K.R. Murray, J. G. Burgess, 2001. Ferrous sulphate using
Thiobacillus Ferrooxidans cells
immobilized on sand for the purpose of
treating
acid mine-Drainage. Appl. Microbiol. BiotecnoL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar