My friend

My friend
Taruna Utama (Lapangan belakang gedung utama) Lembar 2008

Rabu, 26 Januari 2011

LAPORAN PRAKTIKUM PAYAU

LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNLOGI BUDIDAYA AIR PAYAU
PEMBESARAN DAN PEMBENIHAN BANDENG ( Chanos chanos)
DI BALAI BESAR RISET PERIKANAN BUDIDAYA LAUT GONDOL - BALI

Oleh:
PUJI NUR PARIDI
CIK 008 063

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MATARAM
2010




BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Gondol – Bali, merupakan balai penelitian dalam kegiatan budidaya laut yang beroperasi di bawah badan penelitian dan pengembangan perikanan budidaya kementerian kelautan dan perikanan yang berdiri pada tahun 1985 yang hanya melakukan satu kegiatan saja yaitu pembenihan bandeng. Hal ini di karenakan, pada perairan Gondol dan perairan di sekitarnya merupakan lokasi penangkapan ikan bandeng. Dikarenakan banyaknya para peminat dari ikan bandeng ini maka sangat di khawatirkan nantinya terjadi penangkapan yang destriktif dan intensif sehingga ikan bandeng mengalami over fishing yang akhirnya akan terjadi kepunahan dari ikan bandeng itu sendiri.
Walaupun sebagian masyarakat gondol dan sekitarnya banyak yang melakukan budidaya bandeng, namun pada kenyataannya budidaya yang dilakukan belum sepenuhnya berhasil karena masih dan sering ditemukannya berbagai kendala dan permasalahan yaitu terutama dalam jumlah produksi dan kualitas binih yang masih kurang baik. Selain itu, permasalahan yang sering ataupun dominan dijumpai dalam usaha budidaya laut seperti masih rendahnya tingkat kelangsungan hidup larva dari hatchery, kurangnya tindakan pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi, penyediaan induk dan pakan yang masih kurang, jumlah produksi dan kualitas benih yang masih rendah, manajemen pengelolaan kualitas air yang masih kurang, dan lain sebagainya yang dapat menghambat atau permasalahan dalam budidaya. Oleh sebab itu dilakukannya penelitian dalam hal kegiatan pembenihan dan pembesaran ikan bandeng, dengan harapan hasilnya nanti dapat mengatasi permasalahan tersebut dan selanjutnya dapat digunakan sebagai acuan dalam membudidayakan ikan bandeng ( Chanos chanos).
Usaha pembenihan bandeng di hatchery dapat mengarahkan kegiatan budidaya menjadi kegiatan yang mapan dan tidak terlalu dipengaruhi kondisi alam serta tidak memanfaatkan sumber daya secara berlebihan. Dalam siklusnya yang utuh, kegiatan budidaya bandeng yang mengandalkan benih hatchery bahkan dapat mendukung kegiatan pelestarian sumberdaya baik melalui penurunan terhadap penyian-nyian sumber daya benih species lain yang biasa terjadi pada penangkapan nener di alam maupun melalui penebaran di perairan pantai (restocking) (Anonym,2010).
Dengan demikian sebagai mahasiswa budidaya perairan sangat penting untuk melakukan peninjauan untuk menambah wawasan dan teknik yang dilakukan dalam budidaya bandeng baik skala besar ataupun skala rakyat yang selanjutnya teknologi dan informasinya dapat di adopsi oleh masyarakat.

1.2. Tujuan praktikum
Adapun tujuan dilaksanakannya praktikum Teknologi Budidaya Air Payau ini adalah sebagai berikut :
a. Diharapkan mahasiswa dapat menilai suatu lokasi yang layak untuk dijadikan lokasi pembenihan ikan bandeng sekala besar atau rumah tangga.
b. Diharapkan mahasiswa dapat membuat lay out usaha pembenihan sekala besar dan kecil, serta mengetahui bentuk wadah dan peralatan yang digunakan dalam kegiatan pembenihan.
c. Dapat mengetahui teknik persiapan bak dan peralatan penunjang yang di gunakan dalam kegiatan pembenihan.
d. Dapat mengetahui teknik seleksi induk, pemeliharaan induk dan perangsangan kematangan gonad induk ikan bandeng.
e. Dapat mengetahui teknik pemijahan, teknik pemanenan telur, dan penetasan telur ikan bandeng.
f. Dapat mengetahui jenis dan teknik kultur makanan alami pada pembenihan udang dan bandeng.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Benih bandeng (nener) merupakan salah satu sarana produksi yang utama dalam usaha budidaya bandeng di tambak. Perkembangan teknologi budidaya bandeng di tambak dirasakan sangat lambat dibandingkan dengan usaha budidaya udang. Faktor ketersediaan benih merupakan salah satu kendala dalam menigkatkan teknologi budidaya bandeng. Selama ini produksi nener alam belum mampu untuk mencukupi kebutuhan budidaya bandeng yang terus berkembang, oleh karena itu peranan usaha pembenihan bandeng dalam upaya untuk mengatasi masalah kekurangan nener tersebut menjadi sangat penting.Tanpa mengabaikan arti penting dalam pelestarian alam, pengembangan wilayah, penyediaian dukungan terhadap pembangunan perikanan khususnya dan pembangunan nasional umumnya, kegiatan pembenihan bandeng di hatchery harus diarahkan untuk tidak menjadi penyaing bagi kegiatan penangkapan nener di alam. Diharapkan produksi benih nener di hatchery diarahkan untuk mengimbangi selisih antara permintaan yang terus meningkat dan pasok penangkapan di alam yang diduga akan menurun (Anonym,2010).
Ikan bandeng termasuk jenis ikan eurihalin. Oleh karena itu ikan bandeng dapat hidup di daerah air tawar, air payau, dan air laut. Induk bandeng baru bisa memijah setelah mencapai umur 5 tahun dengan ukuran panjang 0,5-1,5 m dan berat badan 3-12 kg. Jumlah telur yang di keluarkan induk bandeng berkisar 0,5-1,1 juta butir tiap kg berat badan. Pertumbuhan ikan bandeng relatif cepat yaitu 1,1-1,7 % bobot badan perhari. Pada tahap pendederan ikan bandeng, penambahan bobot per hari berkisar 40-50 mg. Ikan bandeng dengan bobot awal 1-2 g membutuhkan waktu 2 bulan untuk mencapai bobot 40 g. Adapun kenunggulan komoditas bandeng dibandingkan dengan komoditas lainnya adalah : a) induknya memiliki fekunditas yang tinggi dan teknik pembenihannya telah dikuasai sehingga pasok nener tidak tergantung dari alam; b)teknologi budidayanya relative mudah; c)pakan relative murah dan tersedia secara komersial; d)tidak bersifat kanibal sehingga dapat hidup dalam kepadatan tinggi; e)dapat dibudidayakan secara polikultur dengan komoditas lainnya; f)bersifat eurihalin dan bersifat hebivora serta tanggap terhadap pakan buatan (Sudrajat, 2008).
Benih bandeng (nener) merupakan salah satu sarana produksi yang utama dalam usaha budidaya bandeng di tambak. Perkembangan Teknologi budidaya bandeng di tambak dirasakan sangat lambat dibandingkan dengan usaha budidaya udang. Faktor ketersediaan benih merupakan salah satu kendala dalam menigkatkan teknologi budidaya bandeng. Selama ini produksi nener alam belum mampu untuk mencukupi kebutuhan budidaya bandeng yang terus berkembang, oleh karena itu peranan usaha pembenihan bandeng dalam upaya untuk mengatasi masalah kekurangan nener tersebut menjadi sangat penting. Tanpa mengabaikan arti penting dalam pelestarian alam, pengembangan wilayah, penyediian dukungan terhadap pembangunan perikanan khususnya dan pembangunan nasional umumnya, kegiatan pembenihan bandeng di hatchery harus diarahkan untuk tidak menjadi penyaing bagi kegiatan penangkapan nener di alam. Diharapkan produksi benih nener di hatchery diarahkan untuk mengimbangi selisih antara permintaan yang terus meningkat dan pasok penangkapan di alam yang diduga akan menurun (Anonym, 2010).
Teknologi produksi benih di hatchery telah tersedia dan dapat diterapkan baik dalam suatu Hatchery Lengkap (HL) maupun Hatchery Sepenggal (HS) seperti Hatchery Skala Rumah Tangga (HSRT). Produksi nener di hatchery sepenggal dapat diandalkan. Karena resiko kecil, biaya rendah dan hasil memadai. Hatchery sepenggal sangat cocok dikembangkan di daerah miskin sebagai salah satu upaya penanggulangan kemiskinan bila dikaitkan dalam pola bapak angkat dengan hatchery lengkap (HL). Dilain pihak, hatchery lengkap (HL) dapat diandalkan sebagai produsen benih bandeng (nener) yang bermutu serta tepat musim, jumlah dan harga (Murtidjo,1989).
Usaha pembenihan ikan bandeng diarahkan untuk menghasilkan benih ukuran 1,5 cm, yang dikenal sebagai nener. Selama ini pembenihan umumnya dilakukan atas kerjasama antara Lembaga Pemerintah, seperti Balai Penelitian Budidaya Pantai dan Balai Budidaya Air Payau, dengan masyarakat. Mengingat kegiatan ini membutuhkan investasi dan biaya operasional yang besar dan tenaga trampil, terutama pada kegitan pemeliharaan induk hingga menghasilkan terlur/larva. Lembaga pemerintah menghasilkan telur atau larva, kemudian masyarakat menetaskan dan memeliharanya hingga menjadi nener (Taufik,1998).
Pembenihan diawali dengan penyediaan induk yang biasanya didapat dengan menangkapnya dari laut. Ikan bandeng termasuk jenis ikan yang heteroseksual. Namun demikian masih sulit untuk membedakan antara bandeng jantan dan betina. Ikan bandeng betina matang kelamin terlihat adanya tiga buah lubang pada daerah dubur, yaitu berturut-turut dari bagian depan adalah lubang pembuangan kotoran (dubur), lubang pengeluaran telur (genital pore) dan lubang pembuangan air seni (urinary pore). Sedangkan pada ikan bandeng jantan matang kelamin terlihat dua buah lubang saja yaitu yang depan lubang pembuangan kotoran dan yang belakang lubang pengeluaran air seni dan sperma (urogenital pore) (Anonym, 2010).



BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan di Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol- Bali, pada hari selasa tanggal 14 desember 2010.

3.2. Alat dan Bahan Praktikum
Adapun alat dan bahan yang di gunakan dalam kegiatan praktikum ini adalah alat tulis menulis berupa pulpent dan buku serta kamera digital untuk pengmbilan gambar.

3.3. Prosedur Kerja
Praktikum ini dilakukan dengan menggunakan metode survey langsung dilokasi budidaya pembesaran dan pembenihan bandeng. Data primer di peroleh melalui pengamatan (observasi) langsung dilapangan dan melakukan wawancara secara mendalam (debt interview ) dengan pegawai atau teknisi mengenai budidaya ikan bandeng khususnya unit pembesaran skala besar dan unit pembenihan skala rakyat.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan
4.1.1. Kelayakan lokasi
Pambenihan sekala besar di lakukan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol-Bali (BBRPBL). Sedangkan untuk pembenihan sekala kecil dilasanakan oleh warga di sekitar BBRPBL. Untuk pemasokan air laut sekala besar dan kecil dilakukan dengan cara disedot mengunakan pompa dari laut di sebelah timur tanjung BBRPBL. Sedangkan untuk suplai air tawar di dapatkan dari PDAM. Untuk fasilitas penunjang lain sangat memadai karena lokasi telah terjangkau aliran listrik dan dekat dengan jalan raya. Untuk legalitas usaha terutama pembenihan sekala kecil tidak didapatkan karena biasanya usaha sekala kecil telah di rekomendasikan oleh BBRPBL kepada calom pembeli.

4.1.2. Kontruksi wadah dan peralatan penunjang
Wadah pembenihan sekala kecil berukuran panjang 4 m, lebar 2,5 dan tinggi 1 m. Bak phytoplankton berukuran panjang 8 m, lebar 4 m, dan tinggi 1,5 m. ukuran bak rotifera sama dengan bah phytoplankton. Bak tandon berukuran lebih besar dan berdekatan dengan bak rotifera. Untuk bak pemeliharaan induk sekala besar bak berukuran panjang 10 m, lebar 10 m, dan tinggi 2 m. Setiap bak terbuat dari bahan beton bertulang kecuali untuk bak sekala kecik bak tidak bertulang. Untuk suplai air laud di dapatkan dengan cara menyedot dari laut dengan pompa air dan di tampung di dalam bak tendon. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada gambar di bawah.

Gambar. Wadah pembenihan ikan bandeng sekala rumah tangga.

Gambar. Sketsa wadah pembenihan ikan bandeng sekala rumah tangga.

Gambar. Sketsa wadah pemeliharaan induk ikan bandeng

Gambar. Bak pemeliharaan induk ikan bandeng

4.1.3. Persiapan peralatan
Adapun hasil yang diperoleh untuk persiapan wadah tidak ada yang khusus. Perlakuan yang dilakkan antara lain pengurasan bak, pembersihan dari biota penempel, dan pengeringan. Hal ini di lakukan baik dalam sekala besar ataupun kecil.

4.1.4. Persiapan dan pemeliharaan induk
Ukuran induk berkisar antara 5-6 kg, umumnya induk janta lebih besar dari induk jantan. Induk berasal dari alam karena mempunyai daya adaptasi dan toleransi yang tinggi terhadap lingkungan. Untuk meransang kematangan gonad dilakukan dengan cara menambahkan Vit E ke dalam pakan. Teknik pemberian pakan yaitu diberikan setiap pagi dan sore hari dengan komposisi pemberian pakan 5 % dari berat tubuh ikan bandeng. Pengelolaan air hanya melalui peruses pengendapan partikel padat di bak tandon dan penyaringan melalui kain saring.

4.1.5. Pemijahan, pemanenan telur, dan penetasan
Bak pemijahan induk tidak berbeda jauh dengan bak pemeliharaan induk, bahkan bias di lakukan dalam bak yang sama. Untuk bak pemijahan diusahakan bak dalam suasana tenang dan gelap. Induk ikan banding memijah 5 hari sesudah ataupun sebelum bulan terang atau gelap. Induk yang siap memijah biasanya terlihat saling berkejaran antara induk betina dan janta, gerakan lebih agresif, dan respon terhadap pakan berkurang.
Untuk pemanenan telur dilakukan dilakukan dengan cara menmbuka saluran outlet dan di ujung pipa outlet telah tersedia saringan telur dengan berbagai ukuran. Ataupun bias juga dilakukan dengan cara telur di sifon dan di ujung selang sopon juga terdapat saringan. Telur yang baik akan terlihat melayang daan bening, sedangkan untuk telur tang jelek telihan mengendap dan berwarna putih keruh. Untuk memudahkan seleksi telur dapat juga dilakukan dengan menambahkan NaCl untuk menambah daya apung telur yang bagus.

4.1.6. Pemeliharaan Larva, benih, dan pemanenan
Larva ikan di pelihara dalam wadah terkontrol dengan kepadatan 1 individi/cc air. Pakan di berikan setelah kuning telur habis, pakan pertama di berikan berupa pakan non klorofis, rotifera di berikan setelah larva berumur 2 hari dengan kepadatan pakan 5 individu/cc. diusahakan benih tidak kekurangan makanan saat budidaya karena dapat menyebabkan kematian pada benih. Pemanenan dapat di lakukan maksimal setelah benih berumur 25 hari.

4.2. Pembahasan
4.2.1. Pemeliharaan induk
Pemeliharaan induk ikan banding di Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut (BBRPBL) Gondol-Bali mengunakan bak yang terbuat dari bahan beton dengan ukuran maksimal dapat menampung 30 ton air. Terdapat saluran inlet pada sisi bak dan saluran outlet terdapat pada bagian tengah bak. Batu aerasi tersebar di beberapa titik dengan daya yang kuat untuk membatu mensuplai oksigen terlarut ke dalam bak pemeliharaan. Sesuai pernyataan di atas, menurut Gufron ( 2007) menyatakan bahwa bak untuk pemeliharaan induk terkontrol sebaiknya dibuat semen atau fiberglass dengan saluran air yng masuk dari sisi yang satu, dan saluran pembuangan di tengah dasar bak pada sisi yang berlawanan. Bak juga di lengkapi dengan atap yang terbuat dari bahan polietilen untuk menjaga agar bak pemeliharaan tidak terlalu cerah atau terjaga dalam keadaan remang-remang. Selain atap suplai air kebak dialiri secara continyu selama 25 jam dan pembersihan bak dilakukan 1-2 minggu sekali tergantung dari keadaan kotoran dalam bak pemeliharaan.
Induk bandeng di BBRPBL Gondol-Bali berasal dari alam, induk yang terdapat dalam kolam pemeliharaan ukurannya telah di seragamkan, tujuannya agar persaingan makanan tidak terjadi antar ikan yang lebih besar dan ikan yang lebih kecil. Induk yang di pelihara telah berumur 5-6 tahun dengan berat 5-6 kg. Induk dengan ukuran 5-6 kg sudah bias di pijahkan. Ciri-ciri induk yang berkualitas untuk betina yaitu sudah berumur 4 tahun, perutnya membesar dan lembek, sedangkan untuk induk jantan yaitu berumur 3 tahun, gerakan induk jantanlebih lincah dan tubuh tetap ramping. Untuk menjaga kualitas induk yang berukuran lebih dari 5 kg harus mempunyai sisik yang cerah, bersih dan tidak terkelupas serta mampu berenang cepat.
Untuk Seleksi induk yang matang gonad dapat dilakukan dengan cara stripping dan teknik kanulasi. Untuk mengetahui kematangan gonad induk banding jantan, sperma dapat di peroleh dengan cara melakukan stripping (mengurut bagian perut), sedangkan untuk mengetahui kematangan gonad induk bandeng betina telur dapat di peroleh dengan teknik kanulasi yaitu menggunakan selang plastic dengan diameter 0,8 – 2 mm. Teknik yang digunakan untuk membedakan antara induk jantan dan induk betina dilakukan dengan metode kateter dan stripping, yaitu induk betina pada duburnya terdapat 3 lubang sedangkan jantan terdapat 2 lubang pada duburnya.
Pemijahan induk banding di BBRPBL Gondol-Bali dilakukan dengan cara manipulasi lingkunga, baik dengan cara kejut suhu maupun menaik turunkan ketinggian air dalam bak pemeliharaan. Kriteria induk yang siap untuk dipijahkan antara laian yaitu untuk induk betina mempunyai diameter telur 750 um, sedangkan untuk induk jantan mengandung sperma tingkat III yaitu pada saat stripping sperma cukup banyak. Dengan ciri-ciri bewarna putih susu dan kental. Jumlah telur yang dihasilkan tergantung dari ukuran induknya. Semakin besar induk maka semakin besar juga jumlah telur yang dihasilkan. Telur yang sudah dibuahi akan berwarna transparan dan mengapung, sedangkan telur yang kurang baik menendap didasar bak dan berwarna putih keruh. Untuk menjaga kualitas telur, telur yang diperoleh diinkubasi dan diberi aerasi yang cukup sampai pada tingkat embrio. Setelah telur dipanen dilakukan desinfeksi menggunakan larutan formalin selama 10 -15 menit untuk mencegah serangan pathogen.
Pada saat masih berukuran larva atau benih pakan utama yang di berikan pada ikan bandeng terdiri dari organisme plankton, benthos dan detritus. Sedangkan untuk induk pakan yang di berikan berupa pakan buatan ( pellet ) yang biasanya di campur dengan Vit E untuk merangsang kematangan gonad dan diselingi oleh ikan rucah. Umumnya pakan diberikan sebayak 10-30% dari total bobot ikan per hari. Waktu pemberian pakan dilakukan 3 kali sehari. Pemberian pakan dilakukan sedikit demi sedikit agar pakan tidak banyak terbuang (Sudrajat, 2008). Pakan yang diberikan pada pemeliharaan induk adalah pakan mengapung.

4.2.2. Pembenihan Bandeng Skala Rakyat
Untuk pembenihan banding skala rakyat terletak di sebelah timur BBRPBL Gondol-Bali. Pembenihan ini pada awalnya menggunakan ssitem tertutup. System tertutup pemanenannya dilakukakan dalam waktu 24 hari. Namun, sekarang pembenihan di sekala masyarakat dilakukan dengan system terbuka karena waktu pemanenannya lebih singkat bisa mencapai 16 hari. Hal ini menurut para petani ikan dikarenakan pada system terbuka suhu yang masuk cukup dan optimum untuk proses metabolisme sehingga pertumbuhannya akan semakin cepat. Dalam system sekala rakyat ini juga dilakukan kultur pakan alami untuk pakan larva ikan bandeng. Pakan alami tersebut berupa fitoplankton (Nannochloropsis sp.) dan jeis zooplankton berupa rotifer ( Branchionus plicatilis ). Kultur pakan alami ini dilakukan secara terpisah untuk menghindari terjadinya kontaminasi. Pakan alami seharusnya di berikan saat larva sudah berumur 4-5 hari menurut peneliti di BBRPBL Gondol-Bali, namun di masyarakat pakan sudah di berikan saat larva berumur 2-3 hari.
Pada bak pemeliharaan larva di lengkapi dengan aerasi dan saluran outlet. System pemeliharaan larva tidak menggunakan system air mengalir seperti di bak pemeliharaan induk dikarenakan akan membuang pakan alami yang diberikan. Pembersihan bak ataupun pergantian air dilakukan dengan cara menyipon bak pembenihan dan di ujung selang sipon di beri kain penyaring untuk menyaring larva ikan yang ikut tersedot. Pemberian pakan alami dilakukan 2 kali sehari, yaitu pada pagi dan sore hari dengan kepadatan pakan 5 cel/cc. semakin besar ukuran larva ikan sebaiknya kepadatan pakan yang diberikan lebih banyak, jangan sampai larva ikan kekurangan makanan karena dapat mengakibatkan kematian pada larva ikan banding.
Penyakit yang menyerang larva ikan banding di kalangan rakyat biasanya adalal penyakit bintangan, yang di tandai dengan timbulnya cahaya-cahaya seperti bintang pada larva yang terkena penyakit. Penyakit ini di sebabkan oleh kontaminasi dari rotifera yang tidak terkontrol dengan baik. Untuk menangulanginya dapat dilakukan dengan melakukan tindakan pencegahan, yaitu dengan menjaga kualitas pakan buatan agar tidak terkontaminasi.
perkembangan hatchery bandeng di kawasan pantai dapat dijadikan titik tumbuh kegiatan ekonomi dalam rangka pengembangan wilayah dan penyerapan tenaga kerja yang mengarah pada pembangunan berwawasan lingkungan. Pada giliranya, tenaga yang terserap dihatchery itu sendiri selain berlaku sebagai produsen juga berlaku sebagai kondumen bagi kebutuhan kegiatan sehari-hari yang dapat mendorong kegiatan ekonomi masyarakat sekitar hatchery (Anonym, 2010).



BAB V
KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil pembahasan praktikum Teknologi Budidaya Air Payai ini adalah sebagai berikut :
1. Pemeliharaan bandeng baik pembenihan ataupun pembesaran menggunakan sisitem tertutup.
2. Pada pemeliharaan induk ikan bandeng system rirkulasi air dijalankan selama 24 jam. Sedangkan pada bak pemeliharaan larva air tidal dialiri 24 jam.
3. Pada pemeliharaan induk pakan yang diberikan berupa pellet + Vit E dan ikan rucah.
4. Pada pemeliharaan larva pakan berupa pakan alami.
5. Pemijahan induk dilakukan dengan system manipulasi lingkungan.



DAFTAR PUSTAKA

Anonym, 2009. http://binaukm.com/2010/04/peluang-usaha-budidaya-ikan-bandeng-bag-5/. Akses 26 Desember 2010.

Anonym,2010. http://teknis-budidaya.blogspot.com/2007/10/budidaya-bandeng.html. Akses 26 Desember 2010.

Murtidjo, 1989. Tabak Air Payau. Kansius. Yogyakarta.

Sudrajat, 2008. Budidaya 23 Komoditas Laut Menguntungkan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Taufik, 1998. Budidaya Bandeng Secara Intensif. Penebar Swadaya. Jakarta

UDANG WINDU (Panaeus monodon)

A. Sejarah Singkat
Udang merupakan jenis ikan konsumsi air payau, badan beruas berjumlah 13 (5 ruas kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuh ditutupi oleh kerangka luar yang disebut eksosketelon. Umumnya udang yang terdapat di pasaran sebagian besar terdiri dari udang laut. Hanya sebagian kecil saja yang terdiri dari udang air tawar, terutama di daerah sekitar sungai besar dan rawa dekat pantai. Udang air tawar pada umumnya termasuk dalam keluarga Palaemonidae, sehingga para ahli sering menyebutnya sebagai kelompok udang palaemonid. Udang laut, terutama dari keluarga Penaeidae, yang bisa disebut udang penaeid oleh para ahli. Udang merupakan salah satu bahan makanan sumber protein hewani yang bermutu tinggi. Bagi Indonesia udang merupakan primadona ekspor non migas. Permintaan konsumen dunia terhadap udang rata-rata naik 11,5% per tahun. Walaupun masih banyak kendala, namun hingga saat ini negara produsen udang yang menjadi pesaing baru ekspor udang Indonesia terus bermunculan.

B. Sentra Perikanan
Daerah penyebaran benih udang windu antara lain: Sulawesi Selatan (Jeneponto, Tamanroya, Nassara, Suppa), Jawa Tengah (Sluke, Lasem), dan Jawa Timur (Banyuwangi, Situbondo, Tuban, Bangkalan, dan Sumenep), Aceh, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, dan lain-lain.

C. Jenis
Klasifikasi udang adalah sebagai berikut:
Klas : Crustacea (binatang berkulit keras)
Sub-klas : Malacostraca (udang-udangan tingkat tinggi)
Superordo : Eucarida
Ordo : Decapoda (binatang berkaki sepuluh)
Sub-ordo : Natantia (kaki digunakan untuk berenang)
Famili : Palaemonidae, Penaeidae

D. Manfaat
1. Udang merupakan bahan makanan yang mengandung protein tinggi, yaitu 21%, dan rendah kolesterol, karena kandungan lemaknya hanya 0,2%. Kandungan vitaminnya dalam 100 gram bahan adalah vitamin A 60 SI/100; dan vitamin B1 0,01 mg. Sedangkan kandungan mineral yang penting adalah zat kapur dan fosfor, masing-masing 136 mg dan 170 mg per 100 gram bahan.
2. Udang dapat diolah dengan beberapa cara, seperti beku, kering, kaleng, terasi, krupuk, dll.
3. Limbah pengolahan udang yang berupa jengger (daging di pangkal kepala) dapat dimanfaatkan untuk membuat pasta udang dan hidrolisat protein.
4. Limbah yang berupa kepala dan kaki udang dapat dibuat tepung udang, sebagai sumber kolesterol bagi pakan udang budidaya.
5. Limbah yang berupa kulit udang mengandung chitin 25% dan di negara maju sudah dapat dimanfaatkan dalam industri farmasi, kosmetik, bioteknologi, tekstil, kertas, pangan, dll.
6. Chitosan yang terdapat dalam kepala udang dapat dimanfaatkan dalam industry kain, karena tahan api dan dapat menambah kekuatan zat pewarna dengan sifatnya yang tidak mudah larut dalam air.

E. Persyaratan Lokasi
1. Lokasi yang cocok untuk tambak udang adalah pada daerah sepanjang pantai (beberapa meter dari permukaan air laut) dengan suhu rata-rata 26-28 0C.
2. Tanah yang ideal untuk tambak udang adalah yang bertekstur liat atau liat berpasir, karena dapat menahan air. Tanah dengan tekstur ini mudah dipadatkan dan tidak pecah-pecah.
3. Tekstur tanah dasar terdiri dari lumpur liat berdebu atau lumpur berpasir, dengan kandungan pasir tidak lebih dari 20%. Tanah tidak boleh porous (ngrokos).
4. Jenis perairan yang dikehendaki oleh udang adalah air payau atau air tawar tergantung jenis udang yang dipelihara. Daerah yang paling cocok untuk pertambakan adalah daerah pasang surut dengan fluktuasi pasang surut 2-3 meter.
5. Parameter fisik: suhu/temperatur=26-30 derajat C; kadar garam/salinitas=0-35 permil dan optimal=10-30 permil; kecerahan air=25-30 cm (diukur dengan secchi disk).
6. Parameter kimia: pH=7,5-8,5; DO=4-8 mg/liter; Amonia (NH3) < 0,1 mg/liter; H2S< 0,1 mg/liter; Nitrat (NO3-)=200 mg/liter; Nitrit (NO3-)=0,5 mg/liter; Mercuri (Hg)=0-0,002 mg/liter; Tembaga (Cu)=0-0,02 mg/liter; Seng (Zn)=0-0,02 mg/liter; Krom Heksavalen (Cr)=0-0,05 mg/liter; Kadmiun (Cd)=0-0,01 mg/liter; Timbal (Pb)=0-0,03 mg/liter; Arsen (Ar)=0-1 mg/liter; Selenium (Se)=0-0,05 mg/liter; Sianida (CN)=0-0,02 mg/liter; Sulfida (S)=0-0,002 mg/liter; Flourida (F)=0-1,5 mg/liter; dan Klorin bebas (Cl2)=0-0,003 mg/liter. F. Pedoman Teknis Budidaya 1. Penyiapan Sarana dan Peralatan Syarat konstruksi tambak: a. Tahan terhadap damparan ombak besar, angin kencang dan banjir. Jarak minimum pertambakan dari pantai adalah 50 meter atau minimum 50 meter dari bantara sungai. b. Lingkungan tambak beserta airnya harus cukup baik untuk kehidupan udang sehingga dapat tumbuh normal sejak ditebarkan sampai dipanen. c. Tanggul harus padat dan kuat tidak bocor atau merembes serta tahan terhadap erosi air. d. Desain tambak harus sesuai dan mudah untuk operasi sehari-hari, sehingga menghemat tenaga. e. Sesuai dengan daya dukung lahan yang tersedia. f. Menjaga kebersihan dan kesehatan hasil produksinya. g. Saluran pemasuk air terpisah dengan pembuangan air. Teknik pembuatan tambak dibagi dalam tiga sistem yang disesuaikan dengan letak, biaya, dan operasi pelaksanaannya, yaitu tambak ekstensif, semi intensif, dan intensif. 1. Tambak Ekstensif atau Tradisional a. Dibangun di lahan pasang surut, yang umumnya berupa rawa-rawa bakau, atau rawa-rawa pasang surut bersemak dan rerumputan. b. Bentuk dan ukuran petakan tambak tidak teratur. c. Luasnya antara 3-10 ha per petak. d. Setiap petak mempunyai saluran keliling (caren) yang lebarnya 5-10 m di sepanjang keliling petakan sebelah dalam. Di bagian tengah juga dibuat caren dari sudut ke sudut (diagonal). Kedalaman caren 30-50 cm lebih dalam dari bagian sekitarnya yang disebut pelataran. Bagian pelataran hanya dapat berisi sedalam 30-40 cm saja. e. Di tengah petakan dibuat petakan yang lebih kecil dan dangkal untuk mengipur nener yang baru datang selama 1 bulan. f. Selain itu ada beberapa tipe tambak tradisional, misalnya tipe corong dan tipe taman yang dikembangkan di Sidoarjo, Jawa Timur. g. Pada tambak ini tidak ada pemupukan. 2. Tambak Semi Intensif a. Bentuk petakan umumnya empat persegi panjang dengan luas 1-3 ha/petakan. b. Tiap petakan mempunyai pintu pemasukan (inlet) dan pintu pengeluaran (outlet) yang terpisah untuk keperluan penggantian air, penyiapan kolam sebelum ditebari benih, dan pemanenan. c. Suatu caren diagonal dengan lebar 5-10 m menyerong dari pintu (pipa) inlet ke arah pintu (pipa) outlet. Dasar caren miring ke arah outlet untuk memudahkan pengeringan air dan pengumpulan udang pada waktu panen. d. Kedalaman caren selisih 30-50 cm dari pelataran. e. Kedalaman air di pelataran hanya 40-50 cm. f. Ada juga petani tambak yang membuat caren di sekeliling pelataran. 3. Tambak Intensif a. Petakan berukuan 0,2-0,5 ha/petak, supaya pengelolaan air dan pengawasannya lebih mudah. b. Kolam/petak pemeliharaan dapat dibuat dari beton seluruhnya atau dari tanah seperti biasa. Atau dinding dari tembok, sedangkan dasar masih tanah. c. Biasanya berbentuk bujur sangkar dengan pintu pembuangan di tengah dan pintu panen model monik di pematang saluran buangan. Bentuk dan konstruksinya menyerupai tambak semi intensif bujur sangkar. d. Lantai dasar dipadatkan sampai keras, dilapisi oleh pasir/kerikil. Tanggul biasanya dari tembok, sedang air laut dan air tawar dicampur dalam bak pencampur sebelum masuk dalam tambak. e. Pipa pembuangan air hujan atau kotoran yang terbawa angin, dipasang mati di sudut petak. f. Diberi aerasi untuk menambah kadar O2 dalam air. g. Penggantian air yang sangat sering dimungkinkan oleh penggunaan pompa. Adapun prasarana yang diperlukan dalam budidaya udang tambak meliputi: 1. Petakan Tambak a. Sebaiknya dibuat dalam bentuk unit. Setiap satu unit tambak pengairannya berasal dari satu pintu besar, yaitu pintu air utama atau laban. Satu unit tambak terdiri dari tiga macam petakan: petak pendederan, petak glondongan (buyaran) dan petak pembesaran dengan perbandingan luas 1:9:90. b. Selain itu, juga ada petakan pembagi air, yang merupakan bagian yang terdalam. Dari petak pembagi, masing-masing petakan menerima bagian air untuk pengisiannya. Setiap petakan harus mempunyai pintu air sendiri, yang dinamakan pintu petakan, pintu sekunder, atau tokoan. Petakan yang berbentuk seperti saluran disebut juga saluran pembagi air. c. Setiap petakan terdiri dari caren dan pelataran. 2. Pematang/Tanggul a. Ada dua macam pematang, yaitu pematang utama dan pematang antara. b. Pematang utama merupakan pematang keliling unit, yang melindungi unit yang bersangkutan dari pengaruh luar. Tingginya 0,5 m di atas permukaan air pasang tertinggi. Lebar bagian atasnya sekitar 2 m. Sisi luar dibuat miring dengan kemiringan 1:1,5. Sedangkan untuk sisi pematang bagian dalam kemiringannya 1:1. c. Pematang antara merupakan pematang yang membatasi petakan yang satu dengan yang lain dalam satu unit. d. Ukurannya tergantung keadaan setempat, misalnya: tinggi 1-2 m, lebar bagian atas 0,5-1,5. Sisi-sisinya dibuat miring dengan kemiringan 1:1. Pematang dibuat dengan menggali saluran keliling yang jaraknya dari pematang 1 m. Jarak tersebut biasa disebut berm. 3. Saluran dan Pintu Air a. Saluran air harus cukup lebar dan dalam, tergantung keadaan setempat, lebarnya berkisar antara 3-10 m dan dalamnya kalau memungkinkan sejajar dengan permukaan air surut terrendah. Sepanjang tepiannya ditanami pohon bakau sebagai pelindung. b. Ada dua macam pintu air, yaitu pintu air utama (laban) dan pintu air sekunder (tokoan/pintu air petakan). c. Pintu air berfungsi sebagai saluran keluar masuknya air dari dan ke dalam tambak yang termasuk dalam satu unit. d. Lebar mulut pintu utama antara 0,8-1,2 m, tinggi dan panjang disesuaikan dengan tinggi dan lebar pematang. Dasarnya lebih rendah dari dasar saluran keliling,serta sejajar dengan dasar saluran pemasukan air. e. Bahan pembuatannya antara lain: pasangan semen, atau bahan kayu (kayu besi, kayu jati, kayu kelapa, kayu siwalan, dll) f. Setiap pintu dilengkapi dengan dua deretan papan penutup dan di antaranya diisi tanah yang disebut lemahan. g. Pintu air dilengkapi dengan saringan, yaitu saringan luar yang menghadap ke saluran air dan saringan dalam yang menghadap ke petakan tambak. Saringan terbuat dari kere bambu, dan untuk saringan dalam dilapisi plastik atau ijuk. 4. Pelindung: a. Sebagai bahan pelindung pada pemeliharaan udang di tambak, dapat dipasang rumpon yang terbuat dari ranting kayu atau dari daun-daun kelapa kering. Pohon peneduh di sepanjang pematang juga dapat digunakan sebagai pelindung. b. Rumpon dipasang dengan jarak 6-15 m di tambak. Rumpon berfungsi juga untuk mencegah hanyutnya kelekap atau lumut, sehingga menumpuk pada salah satu sudut karena tiupan angin. c. Pemasangan kincir: 1. Kincir biasanya dipasang setelah pemeliharaan 1,5-2 bulan, karena udang sudah cukup kuat terhadap pengadukan air. 2. Kincir dipasang 3-4 unit/ha. Daya kelarutan O2 ke dalam air dengan pemutaran kincir itu mencapai 75-90%. 2. Pembibitan a. Menyiapkan Benih (Benur) Benur/benih udang bisa didapat dari tempat pembenihan (Hatchery) atau dari alam. Di alam terdapat dua macam golongan benih udang windu (benur) menurut ukurannya, yaitu : 1. Benih yang masih halus, yang disebut post larva. Terdapat di tepi-tepi pantai. Hidupnya bersifat pelagis, yaitu berenang dekat permukaan air. Warnanya coklat kemerahan. Panjang 9-15 mm. Cucuk kepala lurus atau sedikit melengkung seperti huruf S dengan bentuk keseluruhan seperti jet. Ekornya membentang seperti kipas. 2. Benih yang sudah besar atau benih kasar yang disebut juvenil. Biasanya telah memasuki muara sungai atau terusan. Hidupnya bersifat benthis, yaitu suka berdiam dekat dasar perairan atau kadang menempel pada benda yang terendam air. Sungutnya berbelang-belang selang-seling coklat dan putih atau putih dan hijau kebiruan. Badannya berwarna biru kehijauan atau kecoklatan sampai kehitaman. Pangkal kaki renang berbelang-belang kuning biru.  Cara Penangkapan Benur: a. Benih yang halus ditangkap dengan menggunakan alat belabor dan seser.  Belabar adalah rangkaian memanjang dari ikatan-ikatan daun pisang kering, rumput-rumputan, merang, atau pun bahan-bahan lainnya.  Kegiatan penangkapan dilakukan apabila air pasang.  Belabar dipasang tegak lurus pantai, dikaitkan pada dua buah patok, sehingga terayun-ayun di permukaan air pasang.  Atau hanya diikatkan pada patok di salah satu ujungnya, sedang ujung yang lain ditarik oleh si penyeser sambil dilingkarkan mendekati ujung yang terikat. Setelah lingkaran cukup kecil, penyeseran dilakukan di sekitar belabar. b. Benih kasar ditangkapi dengan alat seser pula dengan cara langsung diseser atau dengan alat bantu rumpon-rumpon yang dibuat dari ranting pohon yang ditancapkan ke dasar perairan. Penyeseran dilakukan di sekitar rumpon. Pembenihan secara alami dilakukan dengan cara mengalirkan air laut ke dalam tambak. Biasanya dilakukan oleh petambak tradisional. Benih udang/benur yang didapat dari pembibitan haruslah benur yang bermutu baik. Adapun sifat dan ciri benur yang bermutu baik yang didapat dari tempat pembibitan adalah: 1. Umur dan ukuran benur harus seragam. 2. Bila dikejutkan benur sehat akan melentik. 3. Benur berwarna tidak pucat. 4. Badan benur tidak bengkok dan tidak cacat. b. Perlakuan dan Perawatan Benih 1. Cara pemeliharaan dengan sistem kolam terpisah Pemeliharaan larva yang baik adalah dengan sistem kolam terpisah, yaitu kolam diatomae, kolam induk, dan kolam larva dipisahkan. a. Kolam Diatomae Diatomae untuk makanan larva udang yang merupakan hasil pemupukan adalah spesies Chaetoceros, Skeletonema danTetraselmis di dalam kolam volume 1000-2000 liter. Spesies diatomae yang agak besar diberikan kepada larva periode mysis, walaupun lebih menyukai zooplankton. b. Kolam Induk Kolam yang berukuran 500 liter ini berisi induk udang yang mengandung telur yang diperoleh dari laut/nelayan. Telur biasanya keluar pada malam hari. Telur yang sudah dibuahi dan sudah menetas menjadi nauplius, dipindahkan. c. Kolam Larva Kolam larva berukuran 2.000-80.000 liter. Artemia/zooplankton diambil dari kolam diatomae dan diberikan kepada larva udang mysis dan post larva (PL5-PL6). Artemia kering dan udang kering diberikan kepada larva periode zoa sampai (PL6). Larva periode PL5-PL6 dipindah ke petak buyaran dengan kepadatan 32-1000 ekor/m 2 , yang setiap kalidiberi makan artemia atau makanan buatan, kemudian PL20-PL30 benur dapat dijual atau ditebar ke dalam tambak. 2. Cara Pengipukan/pendederan benur di petak pengipukan a. Petak pendederan benur merupakan sebagian dari petak pembesaran udang (± 10% dari luas petak pembesaran) yang terletak di salah satu sudutnya dengan kedalaman 30-50 cm, suhu 26-31derajat C dan kadar garam 5-25 permil. - Petak terbuat dari daun kelapa atau daun nipah, agar benur yang masih lemah terlindung dari terik matahari atau hujan. b. Benih yang baru datang, diaklitimasikan dulu. Benih dimasukkan dalam bak plastik atau bak kayu yang diisi air yang kadar garam dan suhunya hampir sama dengan keadaan selama pengangkutan. Kemudian secara berangsur-angsur air tersebut dikeluarkan dan diganti dengan air dari petak pendederan. c. Kepadatan pada petak Ini 1000-3000 ekor. Pakan yang diberikan berupa campuran telur ayam rebus dan daging udang atau ikan yang dihaluskan. d. Pakan tambahan berupa pellet udang yang dihaluskan. Pemberian pelet dilakukan sebanyak 10-20 % kali jumlah berat benih udang per hari dan diberikan pada sore hari. Berat benih halus ± 0,003 gram dan berat benih kasar ± 0,5-0,8 g. e. Pellet dapat terbuat dari tepung rebon 40%, dedak halus 20 %, bungkil kelapa 20 %, dan tepung kanji 20%. f. Pakan yang diperlukan: secangkir pakan untuk petak pengipukan /pendederan seluas 100 m 2 atau untuk 100.000 ekor benur dan diberikan 3-4 kali sehari. 3. Cara Pengipukan di dalam Hapa a. Hapa adalah kotak yang dibuat dari jaring nilon dengan mata jaring 3-5 mm agar benur tidak dapat lolos. b. Hapa dipasang terendam dan tidak menyentuh dasar tambak di dalam petak-petak tambak yang pergantian airnya mudah dilakukan, dengan cara mengikatnya pada tiang-tiang yang ditancamkan di dasar petak tambak itu. Beberapa buah hapa dapat dipasang berderet-deret pada suatu petak tambak. c. Ukuran hapa dapat disesuaikan dengan kehendak, misalnya panjang 4- 6 m, lebar 1-1,5 m, tinggi 0,5-1 m. d. Kepadatan benur di dalam hapa 500-1000 ekor/m 2 . e. Pakan benur dapat berupa kelekap atau lumut-lumut dari petakan tambak di sekitarnya. Dapat juga diberi pakan buatan berupa pelet udang yang dihancurkan dulu menjadi serbuk. f. Lama pemeliharaan benur dalam ipukan 2-4 minggu, sampai panjangnya 3-5 cm dengan persentase hidup 70-90%. g. Jaring sebagai dinding hapa harus dibersihkan seminggu sekali. h. Hapa sangat berguna bagi petani tambak, yaitu untuk tempat aklitimasi benur, atau sewaktu-waktu dipergunakan menampung ikan atau udang yang dikehendaki agar tetap hidup. 4. Cara pengangkutan: a. Pengangkutan menggunakan kantong plastik: • Kantong plastik yang berukuran panjang 40 cm, lebar 35 cm, dan tebal 0,008 mm, diisi air 1/3 bagian dan diisi benih 1000 ekor. • Kantong plastik diberi zat asam sampai menggelembung dan diikat dengan tali. • Kantong plastik tersebut dimasukkan dalam kotak kardus yang diberi styrofore foam sebagai penahan panas dan kantong plastik kecil yang berisi pecahan-pecahan es kecil yang jumlahnya 10% dari berat airnya. • Benih dapat diangkut pada suhu 27-30 derajat C selama 10 jam perjalanan dengan angka kematian 10-20%. b. Pengangkutan dengan menggunakan jerigen plastik: • Jerigen yang digunakan yang berukuran 20 liter. • Jerigen diisi air setengah bagiannya dan sebagian lagi diisi zat asam bertekanan lebih. • Jumlah benih yang dapat diangkut antara 500-700 ekor/liter. Selama 6- 8 jam perjalanan, angka kematiannya sekitar 6%. • Dalam perjalanan jerigen harus ditidurkan, agar permukaannya menjadi luas, sehingga benurnya tidak bertumpuk. • Untuk menurunkan suhunya bisa menggunakan es batu. 5. Waktu Penebaran Benur Sebaiknya benur ditebar di tambak pada waktu yang teduh. 3. Pemeliharaan Pembesaran 1. Pemupukan Pemupukan bertujuan untuk mendorong pertumbuhan makanan alami, yaitu: kelekap, lumut, plankton, dan bentos. Cara pemupukan: a. Untuk pertumbuhan kelekap  Tanah yang sudah rata dan dikeringkan ditaburi dengan dedak kasar sebanyak 500 kg/ha.  Kemudian ditaburi pupuk kandang (kotoran ayam, kerbau, kuda, dll), atau pupuk kompos sebanyak 1000 kg/ha.  Tambak diairi sampai 5-10 cm, dibiarkan tergenang dan menguap sampai kering.  Setelah itu tambak diairi lagi sampai 5-10 cm, dan ditaburi pupuk kandang atau pupuk kompos sebanyak 1000 kg/ha.  Pada saat itu ditambahkan pula pupuk anorganik, yaitu urea 75 kg/ha dan TSP (Triple Super Phosphate) 75 kg/ha.  Sesudah 5 hari kemudian, kelekap mulai tumbuh. Air dapat ditinggikan lagi secara berangsur-angsur, hingga dalamnya 40 cm di atas pelataran. Dan benih udang dapat dilepaskan.  Selama pemeliharaan, diadakan pemupukan susulan sebanyak 1- 2 kali sebulan dengan menggunakan urea 10-25 kg/ha dan TSP 5-15 kg/ha. b. Untuk pertumbuhan lumut  Tanah yang telah dikeringkan, diisi air untuk melembabkannya, kemudian ditanami bibit lumut yang ditancapkan ke dalam lumpur.  Air dimasukkan hingga setinggi 20 cm, kemudian dipupuk dengan urea 14 kg/ha dan TSP 8 kg/ha.  Air ditinggikan sampai 40 cm setelah satu minggu.  Mulai minggu kedua, setiap seminggu dipupuk lagi dengan urea dan TSP, masing-masing 10 takaran sebelumnya.  Lumut yang kurang pupuk akan berwarna kekuningan, sedangkan yang dipupuk akan berwarna hijau rumput yang segar. Lumut yang terlalu lebat akan berbahaya bagi udang, oleh karena itu lumut hanya digunakan untuk pemeliharaan udang yang dicampur dengan ikan yang lain. c. Untuk pertumbuhan Diatomae  Jumlah pupuk nitrogen (N) dan pupuk fosfor (P) menghendaki perbandingan sekitar 30:1. Apabila perbandingannya mendekati 1:1, yang tumbuh adalah Dinoflagellata.  Sebagai sumber N, pupuk yang mengandung nitrat lebih baik daripada pupuk yang mengandung amonium, karena dapat terlarut lebih lama dalam air.  Contoh pupuk:  Urea-CO(NH2)2: prosentase N=46,6.  Amonium sulfat-ZA-(NH4)2SO4: prosentase N=21.  Amonium chlorida-NH4Cl: prosentase N=25  Amonium nitrat-NH4NO3: prosentase N=37  Kalsium nitrat-Ca(NO3)2: prosentase N=17  Double superphosphate-Ca(H2PO4): prosentase P=26  Triple superphosphate-P2O5: prosentase P=39  Pemupukan diulangi sebanyak beberapa kali, sedikit demi sedikit setiap 7-10 hari sekali.  Pemupukan pertama, digunakan 0,95 ppm N dan 0,11 ppm P. Apabila luas tambak 1 ha dan tinggi air rata-rata 60 cm, membutuhkan 75-150 kg pupuk urea dan 25-50 kg TSP.  Pertumbuhan plankton diamati dengan secci disc. Pertumbuhan cukup bila pada kedalaman 30 cm, secci disc sudah kelihatan.  Takaran pupuk dikurangi bila secci disc tidak terlihat pada kedalaman 25 cm. Sedangkan apabila secci disc tidak kelihatan pada kedalaman 35 cm, maka takaran pupuk perlu ditambah. 2. Pemberian Pakan Makanan untuk tiap periode kehidupan udang berbeda-beda. Makanan udang yang dapat digunakan dalam budidaya terdiri dari: a. Makanan alami:  Burayak tingkat nauplius, makanan dari cadangan isi kantong telurnya.  Burayak tingkat zoea, makanannya plankton nabati, yaitu Diatomaeae (Skeletonema, Navicula, Amphora, dll) dan Dinoflagellata (Tetraselmis, dll).  Burayak tingkat mysis, makanannya plankton hewani, Protozoa, Rotifera, (Branchionus), anak tritip (Balanus), anak kutu air (Copepoda), dll.  Burayak tingkat post larva (PL), dan udang muda (juvenil), selain makanan di atas juga makan Diatomaee dan Cyanophyceae yang tumbuh di dasar perairan (bentos), anak tiram, anak tritip, anak udanng-udangan (Crustacea) lainnya, cacing annelida dan juga detritus (sisa hewan dan tumbuhan yang membususk).  Udang dewasa, makanannya daging binatang lunak atau Mollusca (kerang, tiram, siput), cacing Annelida, yaitut cacing Pollychaeta, udang-udangan, anak serangga (Chironomus), dll.  Dalam usaha budidaya, udang dapat makan makanan alami yang tumbuh di tambak, yaitu kelekap, lumut, plankton, dan bentos. b. Makanan Tambahan Makanan tambahan biasanya dibutuhkan setelah masa pemeliharaan 3 bulan. Makanan tambahan tersebut dapat berupa:  Dedak halus dicampur cincangan ikan rucah.  Dedak halus dicampur cincangan ikan rucah, ketam, siput, dan udang-udangan.  Kulit kerbau atau sisa pemotongan ternak yang lain. Kulit kerbau dipotong-potong 2,5 cm 2 , kemudian ditusuk sate.  Sisa-sisa pemotongan katak.  Bekicot yang telah dipecahkan kulitnya.  Makanan anak ayam.  Daging kerang dan remis.  Trisipan dari tambak yang dikumpulkan dan dipech kulitnya. c. Makanan Buatan (Pelet):  Tepung kepala udang atau tepung ikan 20 %.  Dedak halus 40 %.  Tepung bungkil kelapa 20 %.  Tepung kanji 19 %.  Pfizer premix A atau Azuamix 1 %.  Cara pembuatan:  Tepung kanji diencerkan dengan air secukupnya, lalu dipanaskansampai mengental.  Bahan-bahan yang dicampurkan dengan kanji diaduk-aduk dan diremas-remas sampai merata.  Setelah merata, dibentuk bulat-bulat dan digiling dengan alat penggiling daging. Hasil gilingan dijemur sampai kering, kemudian diremas-remas sampai patah-patah sepanjang rata-rata 1-2 cm.  Takaran Ransum Udang dan Cara Pemberian Pakan:  Udang diberi pakan 4-6 x sehari sedikit demi sedikit.  Jumlah pakan yang diberikan kepada benur 15-20% dari berat tubuhnya per hari.  Jumlah pakan udang dewasa sekitar 5-10% berat tubuhnya/ hari.  Pemberian pakan dilakukan pada sore hari lebih baik. 3. Pemeliharaan Kolam/Tambak a. Penggantian Air. Pembuangan air sebaiknya melalui bagian bawah, karena bagian ini yang kondisinya paling buruk. Tapi apabila air tambak tertutup air hujan yang tawar, pembuangannya melalui lapisan atas, sedangkan pemasukannya melalui bagian bawah. b. Pengadukan secara mekanis (belum biasa dilakukan). Dengan pengadukan, air dapat memperoleh tambahan zat asam, atau tercampurnya air asin dan air tawar. Pengadukan dapat menggunakan mesin pengaduk, mesin perahu tempel, atau kincir angin. c. Penambahan bahan kimia (belum biasa dilakukan). Kekurangan zat asam, dapat ditambah dengan Kalium Permanganat (PK/KMnO4). Takaran 5-10 ppm (5-10 gram/1 ton air), masih belum mampu membunuh udang. Kapur bakar sebanyak 200 kg/ha dapat juga untuk mengatasi O2. 3. d. Penambahan volume air. Bila suhu air tinggi, penambahan jumlah volume air dapat dikurangi. Perlu diberi pelindung. e. Menghentikan pemupukan dan pemberian pakan. Pemupukan dan pemberian pakan dihentikan apabila udang nampak menderita dan tambak dalam kondisi buruk. f. Singkirkan ikan dan ganggang yang mati dengan menggunakan alat penyerok. g. Penambahan pemberian pakan. Udang diberi tambahan pakan apabila menunjukkan gejala kekurangan makan, sampai pertumbuhan makanan alami normal kembali. 4. Perbaikan teknis yang diperlukan: a. Perbaikan saluran irigasi tambak untuk memungkinkan petakan-petakan tambak memperoleh air yang cukup kualitas dan dan kuantitasnya, selama masa pemeliharaan. b. Pompanisasi, bagi tambak-tambak di daerah yang perbedaan pasang surutnya rendah (kurang dari 1 m), yang setiap waktu diperlukan pergantian air ke dalam atau keluar tambak. c. Perbaikan konstruksi tambak, yang meliputi konstruksi tanggul, pintu air saringan masuk ke dalam tambak agar tambak tidak mudah bocor, dan tanggul tidak longsor. d. Perbaikan manajemen budidaya yang meliputi: cara pemupukan, padat penebaran yang optimal, pemberian pakan, cara pengelolaan air dan cara pemantauan terhadap pertumbuhan dan kesehatan udang. G. HAMA DAN PENYAKIT 1. Hama a. Lumut Lumut yang pertumbuhannya berlebihan. Pengendalian: dapat dengan memelihara bandeng yang berukuran 8-12 cm sebanyak 200 ekor/ha. b. Bangsa ketam Membuat lubang di pematang, sehingga dapat mengakibatkan bocoranbocoran. c. Udang tanah (Thalassina anomala), Membuat lubang di pematang. d. Hewan-hewan penggerek kayu pintu air Merusak pematang, merusak tanah dasar, dan merusak pintu air eperti remis penggerek (Teredo navalis), dan lain-lain. Tritip (Balanus sp.) dan tiram (Crassostrea sp.) Menempel pada bangunan-bangunan pintu air. Pengendalian hama bangsa ketam, udang tanah, hewan-hewan penggerek kayu pintu air sama dengan pengendalian lumut. 2. Golongan pemangsa (predator), dapat memangsa udang secara langsung, termasuk golongan buas, antara lain: a. Ikan-ikan buas, seperti payus (Elops hawaiensis), kerong-kerong (Tehrapon tehraps), kakap (Lates calcarifer), keting (Macrones micracanthus), kuro (Polynemus sp.), dan lain-lain. b. Ketam-ketaman, antara lain adalah kepiting (Scylla serrata). c. Bangsa burung, seperti blekok (Ardeola ralloides speciosa), cangak (Ardea cinera rectirostris), pecuk cagakan (Phalacrocorax carbo sinensis), pecuk ulo (Anhinga rufa melanogaster), dan lain-lain. d. Bangsa ular, seperti ular air atau ular kadut (Cerberus rhynchops, Fordonia leucobalia, dan Chersidrus granulatus). e. Wingsang, wregul, sero, atau otter (Amblonyx cinerea dan Lutrogale perspicillata). 3. Golongan penyaing (kompetitor) adalah hewan yang menyaingi udang dalam hidupnya, baik mengenai pangan maupun papan. a. Bangsa siput, seperti trisipan (Cerithidea cingulata), congcong (Telescopium telescopium). b. Ikan liar, seperti mujair (Tilapia mosambica), belanak (Mugil spp), rekrek (Ambassis gymnocephalus), pernet (Aplocheilus javanicus), dan lain-lain. c. Ketam-ketaman, seperti Saesarma sp. dan Uca sp. d. Udang, yaitu udang kecil-kecil terutama jenis Cardina denticulata, dan lain-lain.  Pengendalian: 1. Ikan-ikan buas dapat diberantas dengan bungkil biji teh yang mengandung racun saponin. a. Bungkil biji teh adalah ampas yang dihasilkan dari biji the yang diperas minyaknya dan banyak diproduksi di Cina. b. Kadar saponin dalam tiap bungkil biji teh tidak sama, tetapi biasanya dengan 150-200 kg bungkil biji teh per Ha tambak sudah cukup efektif mematikan ikan liar/buas tanpa mematikan udang yang dipelihara. c. Daya racun saponin terhadap ikan 50 kali lebih besar daripada terhadap udang. d. Daya racun saponin akan hilang sendiri dalam waktu 2-3 hari di dalam air. Setelah diracun dengan bungkil biji teh, air tambak tidak perlu dibuang, sebab residu bungkil itu dapat menambah kesuburan tambaknya. e. Daya racun saponin berkurang apabila digunakan pada air dengan kadar garam rendah. Tambak dengan kedalaman 1 meter dan kadar garam air tambak > 15 permil, bungkil biji teh yang digunakan cukup 120 kg/Ha saja, sedangkan kalau lebih rendah harus 200 kg/Ha. Untuk penghematan air tambak dapat diturunkan sampai 1/3-nya, sehingga bungkil yang diberikan hanya 1/3 yang seharusnya. Setelah 6 jam air tambak dinaikkan lagi, sehingga kadar saponin menjadi lebih encer.
f. Penggunaan bungkil ini akan lebih efektif pada siang hari, pukul 12.00 atau 13.00.
g. Sebelum digunakan bungkil ditumbuk dulu menjadi tepung, kemudian direndam dalam air selama beberapa jam atau semalam. Setelah itu air tersebut dipercikpercikan ke seluruh tambak. Sementara menabur bungkil, kincir dalam tambak diputar agar saponin teraduk merata.
2. Rotenon dari akar deris (tuba).
a. Akar deris dari alam mengandung 5-8 %o rotenon. Akar yang masih kecil lebih banyak mengandung rotenon.Zat ini dapat membunuh ikan pada kadar 1-4 ppm, tetapi batas yang mematikan udang tidak jauh berbeda.
b. Dalam air berkadar garam rendah, daya racunnya lebih baik/lebih kuat daripada yang berkadar garam tinggi.
c. Sebelum digunakan, akar tuba dipotong kecil-kecil, kemudian direndam dalam dalam air selama 24 jam. Setelah itu akar ditumbuk sampai lumat, dimasukkan ke dalam air sambil diremas-remas sampai air berwarna putih susu.
d. Dosis yang diperlukan adalah 4-6 kg/Ha tambak, apabila kedalaman air 8 cm. Daya racun rotenon sudah hilang setelah 4 hari.
3. Ikan liar, ikan buas, dan siput dapat juga diberantas dengan nikotin pada takaran 12-15 kg/Ha atau sisa-sisa tembakau dengan takaran antara 200- 400 kg/Ha.
a. Sisa-sisa tembakau ditebarkan di tambak sesudah tanah dasar dikeringkan dan kemudian diairi lagi setinggi ± 10 cm.
b. Setelah ditebarkan, dibiarkan selama 2-3 hari, agar racun nikotinnya dapat membunuh hama. Sementara itu airnya dibiarkan sampai habis menguap selama 7 hari.
c. Setelah itu tambak diairi lagi tanpa dicuci dulu, sebab sisa tembakau sudah tidak beracun lagi dan dapat berfungsi sebagai pupuk.
4. Brestan-60 dapat digunakan untuk memberantas hama, terutama trisipan.
a. Brestan-60 adalah semacam bahan kimia yang berupa bubuk berwarna krem dan hampir tidak berbau. Bahan aktifnya adalah trifenil asetat stanan sebanyak 60%.
b. Takaran yang dibutuhkan adalah 1 kg/Ha, apabila kedalaman air 16-20 cm dan kadar garamnya 28-40%. Makin dalam airnya dan makin rendah kadar garamnya, takaran yang dibutuhkan makin banyak.
c. Daya racunnya lebih baik pada waktu terik matahari.
d. Cara penggunaan:
 Air dalam petakan disurutkan sampai ± 10 cm. Pintu air dan tempat yang bocor ditutup.
 Bubuk Brestan-60 yang telah ditakar dilarutkan dalam air secukupnya, kemudian dipercikpercikkan ke permukaan air.
 Air dibiarkan menggenang selama 4-10 hari, agar siputnya mati semua.
 Setelah itu tambak dicuci 2-3 kali, dengan memasukkan dan mengeluarkan air pada waktu pasang dan surut.
5. Sevin dicampur dengan cincangan daging ikan, kemudian dibentuk bulatan, dapat digunakan sebagai umpan untuk meracuni kepiting. Karbid (Kalsium karbida) dimasukkan ke dalam lubang kepiting, disiram air dan kemudian. Gas asetilen yang timbul akan membunuh kepiting. Abu sekam yang dimasukkan ke dalam lubang kepiting, akan melekat pada insang dan dapat mematikan.
6. Usaha untuk mengusir burung adalah dengan memasang pancang-pancang bambu atau kayu di petakan tambakan.
7. Cara memberantas udang renik (wereng tambak): menggunakan Sumithion dengan dosis 0,002 mg/liter pada hari pertama dan ditambah 0,003 mg/liter pada hari kedua. Kadar yang dapat mematikan udang adalah 0,008 mg/liter. Selalu memeriksa lokasi baik siang maupun malam.
4. Penyakit asal virus.
a. Monodon Baculo Virus (MBV)
Keberadanya tidak perlu dikhawatirkan, karena tidak berpengaruh terhadap kehidupan udang. Penyebab: kondisi stres saat pemindahan post larva ke kolam pembesaran.
b. Infectious Hypodermal Haematopoietic Necrosis Virus (IHHNV) Gejala:
1. udang berenang tidak normal, yaitu sangat perlahan-lahan, muncul ke permukaan dan mengambang dengan perut di ata;
2. bila alat geraknya (pleopod dan Periopod) berhenti bergerak, udang akan tenggelam di bawah kolam;
3. udang akan mati dalam waktu 4-12 jam sejak mulai timbulnya gejala tersebut. Udang penderita banyak yang mati pada saat moulting;
4. pada kondisi yang akut, kulitnya akan terlihat keputih-putihan dan tubuhnya berwarna putih keruh;
5. permukaan tubuhnya akan ditumbuhi oleh diatomae, bakteri atau parasit jamur;
6. pada kulit luar terlihat nekrosis pada kutikula, syaraf, antena, dan pada mukosa usus depan dan tengah. Pengendalian: perbaikan kualitas air.
c. Hepatopancreatic Parvo-like Virus
Gejala: terutama menyerang hepatopankreas, sehingga dalam pemeriksaan hepatopankreasnya secara mikroskopik terlihat degenerasi dan adanya inklusion bodies dalam se-sel organ tersebut. Pengendalian: perbaikan kualitas air.
d. Cytoplamic Reo-like Virus
Gejala:
1. udang berkumpul di tepi kolam dan berenang di permukaan air;
2. kematian udang di mulai pada hari 7-9 setelah penebaran benih (stocking) di kolam post larva umur 18 hari. Pengendalian: belum diketahui secara pasti, yang penting adalah perbaikan kualitas air.
e. Ricketsiae
Gejala:
1. udang berenang di pinggir kolam dalam keadaan lemah;
2. udang berwarna lebih gelap, tak ada nafsu makan, pada beberapa udang terlihat benjolan-benjolan kecil keputih-putihan pada dinding usus bagian tengah (mid gut);
3. adanya koloni riketsia, peradangan dan pembengkakan jaringan ikat;
4. kematian udang mulai terjadi pada minggu ke-7 atau 9 setelah penebaran benih (post larva hari ke-15-25). Angka kematian naik pada hari ke-5 sampai 7, sejak mulai terjadi kematian, kemudian menurun sampai tak ada kematian. Tiga hari kemudian kematian timbul lagi, begitu seterusnya sampai udang dipanen. Pengendalian: menggunakan antibiotik (oksitetrasiklin, sulfasoxasol, dan nitrofurazon) dicampur makanan dapat mengurangi angka kematian, tetapi bila konsentrasi antibiotic menurun, kematian akan timbul lagi.
5. Penyakit asal Bakteri
a. Bakteri nekrosis
 Penyebab:
1. bakteri dari genus Vibrio;
2. merupakan infeksi sekunder dari infeksi pertama yang disebabkan oleh luka, erosi bahan kimia atau lainnya.
 Gejala:
1. muncul beberapa nekrosis (berwarna kecoklatan) di beberapa tempat (multilokal), yaitu pada antena, uropod, pleopod, dan beberapa alat tambahan lainnya;
2. usus penderita kosong, karena tidak ada nafsu makan.
 Pengendalian:
1. Pemberian antibiotik dalam kolam pembenihan, miaslnya furanace 1 mg/l, oksitetrasiklin 60-250 mg/l dan erytromycin 1 mg/l;
2. Pengeringan, pembersihan dan disinfeksi dalam kolam pembenihan, serta menjaga kebersihan alat-alat yang digunakan;
3. pemeliharaan kualias air dan sanitasi yang baik.
b. Bakteri Septikemia
 Penyebab:
1. Vibrio alginolictus, V. parahaemolyticus, Aeromonas sp., dan Pseudomonas sp.;
2. merupakan infeksi sekunder dari infeksi pertama yan disebabkan defisiensi vitamin C, toxin, luka dan karena stres yang berat.
 Gejala:
1. menyerang larva dan post larva terdapat sel-sel bakteri yang aktif dalam haemolymph (sistem darah udang).
 Pengendalian:
1. pemberian antibiotik dalam kolam pembenihan, misalnya furanace 1 mg/l, oksitetrasiklin 60-250 mg/l dan erytromycin 1 mg/l;
2. pemeliharaan kualias air dan sanitasi yang baik.
6. Penyakit asal Parasit
Dapat menyebabkan penurunan berat badan, penurunan kualitas, kepekaan terhadap infeksi virus/bakteri dan beberapa parasit dapat menyebabkan kemandulan (Bopyrid).
a. Parasit cacing
 Cacing Cestoda, yaitu
 Polypochepalus sp., bentuk cyste dari cacing ini terdapat dalam jaringan ikat di sepanjang syaraf bagian ventral.
 Parachristianella monomegacantha, berparasit dalam jaringan inter-tubuler hepatopankreas.
 Cacing Trematoda: Opecoeloides sp., yang ditemukan pada dinding proventriculus dan usus.
 Cacing Nematoda: Contracaecum sp., menyerang hepatopankreas udang yang hidup secara alamiah.
b. Parasit Isopoda
Dapat menghambat perkembangan alat reproduksi udang. Parasit ini menempel di daerah branchial insang (persambung antara insang dengan tubuh udang), sehingga menghambat perkembangan gonad (sel telur) pada udang.
7. Penyakit asal Jamur
a. Menyerang udang periode larva dan post larva yang dapat mati dalam waktu 24 jam.
b. Penyebab:
 Jamur Phycomycetes yang termasuk genus Lagenedium dan Sirolpidium;
 penyebarannya terjadi pada waktu pemberian pakan.
c. Pengendalian:
 pemberian malachite green (0,006-0,1 mg/l) atau trifuralin (0,01 pp,) 3-6 kali sehari akan mencegah penyebaran jamur ke larva yang sehat;
 jalan filtrasi air laut untuk pembenihan;
 pencucian telur udang berkali-kali dengan air laut yang bersih atau air laut yang diberi malachite green atau trifuralin, karena dapat menghilangkan zoospora dari jamur.
H. PANEN
Udang yang siap panen adalah udang yang telah berumur 5-6 bulan masa pemeliharaan. Dengan syarat mutu yang baik, yaitu: ukurannya besar; kulitnya keras, bersih, licin, bersinar dan badan tidak cacat; masih dalam keadaan hidup dan segar.
1. Penangkapan
a. Penangkapan sebagian
1. Dengan menggunakan Prayang, yang terbuat dari bambu, yang terdiri dari dua bagian, yaitu kere sebagai pengarah dan perangkap berbentuk jantung sebagai tempat jebakan. Prayang dipasang di tepi tambak, dengan kerenya melintang tegak lurus pematang dan perangkapnya berada di ujung kere. Pemasangan prayang dilakukan malam hari pada waktu ada pasang besar dan di atasnya diberi lampu untuk menarik perhatian udang. Lubang prayang dibuat 4 cm, sehingga yang terperangkap hanya udang besar saja. Pada lubang mulut dipasang tali nilon atau kawat yang melintang dengan jarak masing-masing sekitar 4 cm.
2. Dengan menggunakan jala lempar. Penangkapan dilakukan malam hari. Air tambak dikurangi sebagian untuk memudahkan penangkapan. Penangkapan dilakukan dengan masuk ke dalam tambak. Penangkapan dengan jala dapat dilakukan apabila ukuran udang dalam tambak tersebut seragam. 3. Dengan menggunakan tangan kosong. Dilakukan pada siang hari, karena udang biasanya berdiam diri di dalam lumpur.
b. Penangkapan total
1. Penangkapan total dapat dilakukan dengan mengeringkan tambak. Pengeringan tambak dapat dilakukan dengan pompa air atau apabila tidak ada harus memperhatikan pasang surut air laut. Malam/dini hari menjelang penangkapan, air dikeluarkan dari petak tambak perlahan-lahan waktu air surut. Pada tambak semi intensif, air disurutkan sampai caren, sehingga kedalaman air 10- 20 cm.
2. Dengan menggunakan seser besar yang mulutnya direndam di lumpur dasar tambak/caren, lalu didorong sambil mengangkatnya jika diperkirakan sudah banyak udang yang masuk dalam seser. Dan cara tersebut dilakukan berulang-ulang.
3. Dengan menggunakan jala, biasanya dilakukan banyak orang.
4. Dengan menggunakan kerei atau jaring yang lebarnya sesuai dengan lebar caren. Lumpur dasar tempat udang bersembunyi didorong beramai-ramai oleh beberapa orang yang memegangi kerei atau jaring itu, menuju ke depan pintu air. Di depan pintu air udang dicegat dengan kerei lainnya. Udang terkumpul di kubangan dekat pintu ai, sehingga dengan mudah ditangkap.
5. Dengan memasang jaring penadah yang cukup luas atau panjang di saluran pembuangan air. Pintu air dibuka dan diatur agar air mengalir perlaha-lahan, sehingga udang tidak banyak tertinggal bersembunyi dalam lumpur. Udang akan keluar bersama air dan tertadah dalam jaring yang terpasang dan dengan mudah ditangkapi dengan seser.
6. Dengan menggunakan jaring (trawl) listrik. Jaring ini berbentuk dua buah kerucut. Badan kantung mempunyai bukaan persegi panjang. Mulut kantung yang di bawah di pasang pemberat agar dapat tenggelam di lumpur. Bagian atas mulut jaring diberi pelampung agar mengambang di permukaan air. Bagian bibir bawah mulut jaring dipasang kawat yang dapat dialiri listrik berkekuatan 3-12 volt. Listrik yang mengaliri kawat di dasar mulut jaring akan mengejutkan udang yang terkena, lalu udang akan meloncat dan masuk ke dalam jaring.
2. Pembersihan
Udang yang telah ditangkap dikumpulkan dan dibersihkan sampai bersih. Kemudian udang ditimbang dan dipilih menurut kualitas ukuran yang sama dan tidak cacat.




I. PASCAPANEN
Beberapa hal yang penting yang perlu diperhatikan dalam penanganan pasca panen:
1. Alat-alat yang digunakan harus bersih.
2. Penanganan harus cepat, cermat, dan hati-hati.
3. Hindarkan terkena sinar matahari langsung.
4. Cucilah udang dari kotoran dan lumpur dengan air bersih.
5. Masukkan ke dalam keranjang, ember, atau tong, dan siram dengan air bersih.
6. Selalu menggunakan es batu untuk mendinginkan dan mengawetkan udang.
7. Selain didinginkan, dapat juga direndam dalam larutan NaCl 100 ppm untuk mengawetkan udang pada temperatur kamar dan untuk membunuh bakteri pembusuk Salmonella, Vibrio, Staphylococcus).
8. Kelompokan menurut jenis dan ukurannya.


ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA
A. Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis usaha pembesaran Udang Windu di Desa Tangkil Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Selama 2 musim (1 tahun) pada tahun 1999 adalah sebagai berikut:
1. Biaya Produksi
a. Lahan
􀂃 Sewa lahan 2 tahun Rp. 3.200.000,-
􀂃 Pengolahan lahan Rp. 125.000,-
b. Bibit
􀂃 Benur 60.000 ekor Rp. 16,- Rp. 960.000,-
c. Pakan
􀂃 UG 801 86,40 kg @ Rp 2.600,- Rp. 224.460,-
􀂃 UG 802 590,40 Kg Rp. 2.400,- Rp. 1.416.960,-
􀂃 UG 803 1.882,57 kg Rp. 2.300,- Rp. 4.329.900,-
d. Obat-obatan dan pupuk
􀂃 BCK 4 liter @ Rp. 12.500,- Rp 50.000,-
􀂃 Sanponin 40 kg @ Rp 1500,- Rp. 60.000,-
􀂃 Urea 10 kg @ Rp 2000,- Rp. 20.000,-
􀂃 KCL 10 kg @ Rp 2.500,- RP. 25.000,-
􀂃 Pupuk kandang 20 kg @ Rp 500,- Rp. 10.000,-
􀂃 Kapur 100 kg @ Rp. 1000,- Rp. 100.000,-
e. Alat
􀂃 Timbangan 1 Unit @ Rp. 100.000,- Rp. 100.000,-
􀂃 pH Pen 1 Unit @ Rp. 50.000,- Rp. 50.000,-
􀂃 Jala/Jaring 2 Unit @ Rp. 25000,- Rp. 50.000,-
􀂃 Cangkul 3 Unit @ Rp. 6.000,- Rp. 18.000,-
􀂃 Skoop 1 Unit @ Rp. 6.000,- Rp. 6.000,-
􀂃 Serok 3 Unit @ Rp. 4.500,- Rp. 13.500,-
􀂃 Plastik 20 meter @ Rp. 2.000,- Rp. 40.000,-
􀂃 Saringan 10 meter @ Rp. 2.500,- Rp. 25.000,-
􀂃 Ember Plastik 3 unit @ Rp. 5.000,- Rp. 15.000,-
􀂃 Keranjang 5 unit @ Rp. 5.500,- Rp. 16.500,-
f. Tenaga kerja
􀂃 Tenaga Tetap 12 MM @ Rp 250.000,- Rp. 1.500.000,-
􀂃 Tenaga Tak Tetap 10 OH @ Rp 8.000,00 Rp. 80.000,-
g. Lain-lain
􀂃 Rekening Listrik 6 bulan @ Rp 15.000,- Rp. 90.000,-
􀂃 Transportasi Rp. 20.000,-
h. Biaya tak terduga 10% Rp. 1.254.532,-
Jumlah biaya produksi Rp 12.545.320,-
2. Pendapatan 2 musim/th:1912,3 kg @ Rp 19.000,- Rp.34.463.700,-
3. Keuntungan per tahun/2 musim Rp.21.918.380,-
Keuntungan per musim (6 bulan) Rp. 4.686.530,-
4. Parameter kelayakan
a. B/C ratio per musim 1,37
b. Atas dasar Unit :BEP = FC/P-V 206,4 kg
c. Atas dasar Sales : BEP = FC/1-(VC/R) Rp 3.688.540,-10.2.

Gambaran Peluang Agribisnis
Sampai saat ini udang merupakan komoditi budidaya yang mempunyai prospek cukup baik, baik untuk komsumsi dalam negeri maupun komsumsi luar negeri. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya permintaan ekspor untuk udang.

















DAFTAR PUSTAKA


Brahmono. 1994. Limbah Udang Untuk Pembuatan Tepung. Dalam Kumpulan Kliping Udang II. Trubus.

Darmono. 1991. Budidaya Udang Penaeus . Kanisius. Yogyakarta.

Hanadi, S. 1992. Pengolahan Udang Beku. Karya Anda. Surabaya.

Heruwati, E.S. dan Rahayu, S. 1994. Penanganan dan Pengelolaan Pasca Panen Udang unutuk Meningkatkan Mutu dan Mendapatkan Nilai Tambah. Dalam umpulan Kliping Udang II. Trubus.

Mudjiman, A. 1987. Budidaya Udang Galah. Penebar Swadaya. Jakarta.

__________ . 1988. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya. Jakarta.

__________ . 1994. Udang yang Bikin Sehat. Dalam Kumpulan Kliping Udang II. Trubus.

Murtidjo, B.A. 1992. Budidaya Udang Windu Sistem Monokultur. Kanisius. Yogyakarta.

Purnomo. 1994. Limbah Udang Potensial untuk Industri. Dalam Kumpulan Kliping Udang II. Trubus.

Suyanto, S.R. dan Mudjiman, A. 1999. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya. Jakarta.

“JANGAN MENYERAH” MARI MEMBELI MASA DEPAN

Banyak sekali diantara kita semua,,,
yang terjebak dalam lubang pengangguran,,,
Menyedihkan memang,,,!!!
Ketika kita berulang kali keluar masuk,,,
dari satu perusahaan keperusahaan lain,,,
namun hasilnya tepap sama,,,
DITOLAK,,,!!!
Mungkin juga diantara kita berfikir,,,
kenapa untuk menempuh jenjang pendidikan yang tinggi,,,
membutuhkan biaya yang tidak sedikit,,,
bahkan cenderung makin menjerat,,,
Sedangkan untuk memperolah pekerjaan yang layak,,,
baik di instansi pemerintah maupun perusahaan swasta,,,
selalu disyaratkan: MINIMAL D3 atau S1,,,!!!
Salah siapa,,,?!
Apakah kamu ingin berubah,,,?
Atau ingin selalu dijajah,,,???